Minggu, 06 Januari 2013

jangan Benci Bilang Sayang


Sobat Mutiara Hati yang dimuliakan Allah, kita dihadapkan pada realitas bahwa Akhwat yang sesuai kriteria fiqih islam untuk kita nikahi ada sekian banyak jumlah dan macamnya. Di antara sekian banyak Akhwat yang telah memasuki usia siap nikah, mereka berbeda-beda jumlah bilangan usianya yang oleh karena itu berbeda pula tingkat kemendesakan untuk menikah. Beberapa orang bahkan sudah mencapai usia 35th, sebagian yang lain antara 30th hingga 35th, sebagian berusia 25th hingga 30th, dan yang lainnya dibawah 25th. Mereka semua ini siap menikah, siap menjalankan fungsional sebagai istri dan ibu dalam rumah tangga. Maka siapakah yang lebih kita pilih, dan dengan pertimbangan apa kita memilih si Dia?
Ternyata kita memilih si Fulanah, karena ia memenuhi kriteria kebaikan agama, cantik rupawan, cerdas dan usia masih muda 20th. Apakah pilihan kita ini salah? Sumpah, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pilihan kita ini tidak salah! Kita telah memilih dengan benar, dan memenuhi sunnah Rasul saw. Nah masalahnya, apabila kita semua(Ikhwan) berpikiran dan menentukan calon istri harus memiliki kecantikan ideal, berkulit putih, usia 5th lebih muda atau lebih muda lagi dari kita. Maka siapakah yang akan datang melamar muslimah yang usianya diatas 25th, atau diatas 30th, atau bahkan diatas 35th? Siapakah yang akan menikahi akhwat yang dari segi fisik tidak cukup alasan untuk dikatakan sebagai wanita cantik menurut kaidah umum? Kecantikan/ketampanan sifatnya memang dinamis, tapi kejelekan sifatnya mutlak bin absolut. Sobat, mereka adalah akhwat yang taat, mereka adalah calon mar’atus shalihah, mereka aktif terlibat dalam berbagai kegiatan dakwah dan sosial. Sebagai ikhwan sejati, kita harusgentleman bertanya pada diri sendiri, siapakah yang harus menikahi mereka?

Oh, mengapa pertanyaannya “harus”? Sobat, kita bisa saja mengabaikan dan melupakan realitas ini. Jodoh di tangan Allah, kita tidak memiliki wewenang ilmiah untuk menentukan segala sesuatu, biarlah Allah memberikan keputusan agung-Nya. Bukan, bukan ini maksud saya, dan bukan pula dalam konteks ini saya berbicara. Kita memang bisa melupakan mereka, dan tidak peduli dengan orang lain, tapi bukankah islam tidak menghendaki kita berperilaku demikian? Saya punya pengalaman pribadi yang mau tidak mau harus saya sampaikan sebagai pelengkap mutiara kali ini. Tempo lalu saya mendapat surat elektrik dari seorang akhwat, inti suratnya adalah dia mengajak nikah.Subhanallah... saya bangga sama dia, 1:1000 loh dari akhwat yang menyatakan cintanya lebih dulu. Saya sambut baik ajakan itu, kalo famili saya sih ok ok aje. Tapi, Ibunda si Dia tidak merestui karena salah satu alasannya adalah umur saya 5th lebih muda dari dia. Awalnya saya juga ragu karena alasan yang sama, dia lebih tua 5th dari saya. Tapi saya ingat janji Allah bahwa jodoh yang spesial dan terbaik hanya untuk mereka yang spesial dan terbaik pula, oleh karenanya saya memantapkan diri untuk maju. Tapi akhirnya tidak jadi juga, ini baru nama takdir, bukan berarti saya lebih baik dari dia. Justru saya merasa bahwa dia jauh lebih baik dari saya, sehingga Allah memberikan keputusan agung-Nya. Oleh karenanya, peristiwa itu menjadi triggerbagi saya untuk lebih serius membersihkan noktah-noktah yang ada dalam diri dan jiwa saya, untuk menyambut Sang Bidadari, mar’atus sholihahAllahu Akbar...

Ok, kita kembali ke pembahasan utama. Kendati pun Rasul saw menganjurkan kita agar menikahi seorang gadis(sederajat atau lebih muda) yang rupawan, kita juga mengetahui bahwa Cinta Pertama Beliau, umurnya 15th lebih tua dari Beliau -dan janda lagi- yaitu Ummul Mukminin Khadijah ra. Beliau melakukannya demi proyek, prospek, dan progres dakwah islamiyah, sekali lagi demi proyek, prospek, dan progres dakwah islamiyah. Terbukti, hadirnya Sayyidah Khadijah ra di sisi Rasul saw, fluks dakwah islamiyah semakin besar dan luas. Sayyidah Khadijah ra lah yang menyelimuti Beliau disaat Beliau menggigil setelah menerima wahyu, Sayyidah Khadijah ra lah yang menenangkan dan memberi support penuh dikala Beliau mendapat pressing dan cemoohan dari kaum kafir quraisy, dan Sayyidah Khadijah ra lah yang setelah kematiannya menjadi kenangan terindah yang tak terlupakan dimemori Beliau. Ini hanya satu contoh saja, bahwa dalam konteks pernikahan, hendaknya dikorelasikan dengan proyek, prospek, dan progres dakwah islamiyah. Jikalau kecantikan akhwat harapan kita bernilai 100 poin, tidakkah kita bersedia menurunkan 20 atau 30 poin untuk bisa mendapatkan kebaikan dari segi lain? Ketika pilihan lebih membawa kemaslahatan dengan dakwah islamiyah, mengapa tidak ditempuh? Jikalau akhwat harapan kita berusia 20th, tidakkah kita bersedia sedikit memberikan toleransi dengan melihat kepada akhwat yang lebih mendesak untuk segera menikah dikarenakan desakan usia? Sobat,
Janganlah kita mencari Istri untuk diri kita, tapi carilah Ibu untuk anak-anak kita.
Ataukah kita telah bersepakat untuk tidak mau melihat realitas ini, karena memang bukanlah tanggung jawab kita? Ini urusan pribadi masing-masing, nafsi-nafsi. Keberuntungan dan ketidakberuntungan adalah perkara takdir yang kita semua tak tahu. MasyaAllah, seribu dalil dan dalih bisa kita gunakan untuk mengabsahkan pikiran individualistik kita. Tak ingatkah kita,
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta, kasih sayang, dan kelembutan hati mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh menderita sakit, terasakanlah sakit tersebut diseluruh tubuh hingga tidak bisa tidur dan panas".
(HR Imam Bukhori dan Muslim)
Sobat, bisa jadi kebahagiaan pernikahan kita telah menyakitikan dan mengiris-iris hati beberapa orang lain. Setiap mereka mendapat kabar/undangan pernikahan, harus membaca dan menghadiri dengan perasaan sedih, karena jodoh tak kunjung datang. Sementara usia terus bertambah, dan kepercayaan diri terus berkurang. Oleh karena itu, marilah kita segera menjemput Khadijah-Khadijah pilihan kita. Allahu Akbar...

Maaf Sob, Aku Nggak Akan Ucapin Selamat Ultah Buat Kamu!


Maaf Sob, Aku Nggak Akan Ucapin Selamat Ultah Buat Kamu!

"Happy birthday, semoga sehat selalu", kalimat ini pasti biasa kamu denger saat kamu lagi ultah kan?. ya gitu deh, hari ultah katanya jadi yang paling spesial buat setiap orang. Selain bisa nerima banyak ucapan selamat, pada hari bersejarah itulah, untuk pertama kalinya kita lahir ke dunia.

Next,
 buat merayakan hari ultah itu, banyak temen kita yang kemudian mengadakan pesta atau minimal surprise kecil, biar tambah ramai suasana. Dan, nggak jarang juga loh, untuk membuat pesta itu mereka merogoh kocek sampai jutaan bahkan ratusan juta. Katanya sih buat syukuran karena masih dikasih panjang umur sampai hari ulang tahunnya.

Tapi dibalik semua kemeriahan itu, apakah kamu sudah tahufriend tentang asal- usul perayaan ulang tahun?

Dalam buku Parasit Akidah karya A.D. EL. Marzdedeq disebutkan, pesta ulang tahun pertama kali diadakan oleh orang Nasrani Romawi. Mereka menyalakan beberapa batang lilin diatas sebuah kue yang besar. Lilin itu berjumlah sama dengan usia orang yang berulang tahun. Lilin itu kemudian akan ditiup sambil orang tersebut menyampaikan harapan dihari ulang tahunnya.
Jadi acara ulang tahun itu jelas- jelas bukan aturan Islam yang membawa kebaikan. Kalaupun perayaan itu membawa kebaikan, pastilah Rasulullah, para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in sudah terlebih dahulu mencontohkannya. Tapi ternyata, mereka nggak mengucapkan dan nggak memperingati Ulang Tahun juga tuh.

Pertanyaannya sekarang, kenapa masih banyak teman- teman kita dilluar sana yang ikut- ikutan merayakannya ya? bahkan menyamarkan dengan label syukuran, atau milad biar terkesan lebih islami gitu. Hmm.. ternyata kejadian benerkan apa yang dulu pernah disabdakan Rasulullah SAW, bahwa“Kamu akan mengikuti cara hidup orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk kedalam lobang biawak kamu pasti akan memasukinya juga”. Para sahabat bertanya,”Apakah yang engkau maksud adalah kaum Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?”Rasulullah menjawab:”Siapa lagi jika bukan mereka?!”.
Sob, sudah saatnya kita punya jati diri yang jelas. Hidup nggak sekedar hura- hura ataupun ikut apa yang asik- asik aja. Kalau kamu ngaku sebagai muslim, tunjukkan dong identitas kamu yang asli, sehingga kamu tampil beda dan terbedakan dari yang abal- abal.  Termasuk juga dalam hal aturan dan kebiasaan hidup kamu. 

Kalau ada yang komen, "Kan dalam ulang tahun itu kita berdoa bareng- bareng buat bersyukur karena udah dikasih panjang umur, sekalian juga buat menyambung silaturahmi dengan teman- teman". Helloooo...Rasulullah SAW itu adalah orang yang paling mengerti cara bermasyarakat dan bersosialisasi, plus paling tahu bagaimana cara menggembirakan para sahabat-sahabatnya. Rasulullah juga adalah orang yang paling mengerti gimana cara bersyukur dengan cara yang paling pas banget sesuai dengan Aturan Allah. Tapi sekali lagi, Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkan perayaan yang begituan, bahkan beliau memerintahkan kepada kita untuk menyelisihinya, atau kalau nggak, berarti kita sama dengan mereka.

Rasulullah SAW bersabda,

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”( HR. Ahmad dan Abu Daud dari Ibnu Umar).
friend, apa iya kamu yang ngaku muslim disamakan dengan orang- orang kafir?
Seperti kamu tahu, setiap hari umur kita makin berkurang. Harusnya hal itu membuat kita sedih dunk, karena berarti jatah waktu kita hidup di dunia tambah berkurang. Nggak ada guna perayaan yang mewah, kasih selamat atau berharap dikasih ucapan selamat ulang tahun. Yang seharusnya kita harus lakukan adalah semakin banyak introspeksi buat pertanggungjawaban kelak dihadapan Allah, saat umur kita udah habis, dan bukan malah ikut- ikutan merayakan tradisi jahiliyah yang nggak jelas gitu. Bakalan rugi deh.
Sekali lagi ya, walaupun sekuat tenaga kamu bilang "sekedar buat syukuran aja" tapi tetep aja nggak akan diterima oleh Allah, Friend. Nggak percaya, lihat nih yang disabdakan Rasulullah SAW,

Barangsiapa beramal dengan suatu amalan yang “tidak ada perintah dari kami padanya” maka amalan tersebut TERTOLAK (yaitu tidak diterima oleh Allah).” (HR. Muslim)
So, masih mau merayakan dan mengucapkan selamat ulang tahun atau berani bilang "Maaf Sob, Aku nggak akan ucapin selamat ultah buat kamu!"?
(NayMa/ voa-islam.com)

Menikah bukan untuk Bahagia

Menikah bukan untuk Bahagia Lalu untuk apa?? Kita menikah bukan untuk berbahagia. Kita menikah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu w...