Minggu, 28 Oktober 2012

orang tua antara ingat dan mengingat

Orang tua adalah mata rantai terpenting dari seluruh perjalanan hidup kita. Dari ayah dan ibulah segala cerita tentang kita bermula. Tapi tidak selalu ke sana pula sejarah berbakti kita bermuara. Seperti sudah takdirnya, orang-orang tua lelah membesarkan anaknya hanya untuk ditinggalkan di hari tuanya. Mereka mengantarkan anak-anak untuk mengenali dunia yang ramai, untuk kemudian berbalas sepi di usia senja. Kecuali orangtua yang masih bisa tinggal bersama anak-anaknya hingga akhir hayatnya. Tapi faktanya, tidak semua orang bernasib baik seperti itu. Maka cinta orang tua pada anak tidak akan pernah ditebus dengan cinta anak kepada orangtua. Seberapapun.
Hari ini, sejenak berhentilah. Mari merenung. Mengingatlah dan jangan sekadar teringat. Berapa banyak kebaikan yang telah kita nikmati dari orangtua kita, lalu berapa berapa banyak kebaikan yang kita berikan untuk mereka. Bahkan dalam urusan mengambil manfaat dari do’a-do’a, kita para anak-anak, selalu menikmati do’a-do’a orang tua kita, biasanya demi kebahagiaan hidup kita di dunia. Orang tua ingin melihat anaknya tumbuh kembang bahagia, berkembang dan bertambah dewasa di jalan kebahagiaan. Apa yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan anak-anak yang bisa menjadi qurrata a’yun. Sedang bagi orang tua kita, puncak manfaat yang ia rasakan dari do’a anak-anaknya, justru ketika mereka sudah tiada. Itulah yang dijelaskan oleh Rasulullah, bahwa bila anak manusia mati, putuslah semua amalnya, kecuali tiga hal. Salah satunya adalah do’a anak-anaknya yang shaleh. Boleh dikata, kita menikmati kehidupan ini dengan do’a-do’a orangtua. Sementara orang tua kita, justru sangat mengharapkan do’a-do’a kita justru setelah mereka tidak bisa menikmati apa-apa dari kehidupan dunia.
Hari ini, sejenak bertanyalah. Mengingatlah dan jangan sekadar teringat. Bagaimana kabar ibu kita hari ini? Bagaimana kabar ayah kita hari ini? Diantara kita mungkin masih ada yang bergenap orangtua. Mungkin ada yang salah satunya telah tiada. Atau yang kedua-duanya sudah pergi mendahului kita. Kita hanya harus memastikan, seberapa tulus dan sungguh-sungguh kita mencintai dan membahagiakan mereka. Hidup memang bergerak ke arah tantangan baru, zaman baru dan tuntutan baru. Tapi seharusnya selau ada cara untuk mencintai orang tua, meski dengan sangat bersahaja.
Jangan pernah berpikir bahawa berbakti pada orangtua adalah soal berbalas budi. Itu tak akan pernah bisa kita penuhi. Apalagi cinta orangtua pada kita adalah utang yang tak pernah mereka tagih, tapi juga tak pernah bisa kita lunasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menikah bukan untuk Bahagia

Menikah bukan untuk Bahagia Lalu untuk apa?? Kita menikah bukan untuk berbahagia. Kita menikah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu w...